Blog Single
Berita - Daerah

ICRAF Indonesia Selenggarakan Lokalatih II di Kupang

Pembukaan Kegiatan Lokalatih II tentang Kajian Penilaian Kerentanan dan Langkah Peningkatan Ketahanan Terhadap Perubahan Iklim Provinsi NTT oleh Kepala Bapelitbangda Provinsi  NTT mewakili Penjabat Gubernur NTT bertempat di Hotel Harper Kupang, dilaksanakan dari tanggal 19 sampai dengan 20 Maret 2024. Turut hadir dalam kegiatan ini dari Instansi Vertikal seperti BPS, Balai DAS Benain-Noelmina, Balai BKSDA,KADIN NTT, ASKINDO Bengkel APPEK, PIKUL, PIAR, BRIN, kalangan akademisi  dan stakenholders terkait. Kegiatan Lokalatih ini terselenggara atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi  NTT dan ICRAF Indonesia.

Kepala Bappelitbangda dalam sambutannya menyampaikan bahwa dalam Visi Indonesia 2045 ialah upaya peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim tercermin dalam Pilar II Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan, Arah Pengembangan Daerah untuk Bali Nusra dan Maluku adalah Basis Wisata Internasional dan Perikanan Nasional. Pilar II Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan terdiri atas Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani, Ketahanan Air, dan Komitmen Lingkungan Hidup dan Pembangunan Rendah Karbon. Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) merupakan perwujudan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menangani berbagai tantangan isu perubahan iklim.  Melalui Peraturan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2020, Pembangunan Berketahanan Iklim telah menjadi salah satu prioritas nasional (PN) ke 6 (enam) dalam RPJMN2020-2024 yaitu Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim. Peningkatan ketahanan iklim di Indonesia difokuskan pada 4 (empat) sektor terdampak perubahan iklim yaitu Sektor Kelautan dan Pesisir; Sektor Air; Sektor Pertanian; dan Sektor Kesehatan. Provinsi NTT sebagaimana yang kita ketahui adalah masuk dalam kategori  provinsi termiskin di Indonesia yang dapat diukur dalam 10 tahun terakhir yakni dari tahun 2002 sampai dengan 2022 hanya mengalami penurunan sebanyak 3 %.  Hasil Kajian ini dapat dijadikan sebagai dokumen proses perencanaan pengganggaran yang berkontribusi terhadap penanggulangan kemiskinan  ekstrem di Provinsi NTT. 

Perwakilan ICRAF Indonesia Adi Nugraha menyampaikan beberapa poin tentang tujuan dari tipologi kerentanan iklim pada penghidupan berbasis pertanian di provinsi Nusa Tenggara Timur. Penghidupan berbasis pertanian kini makin rentan terhadap perubahan iklim, tetapi informasi mengenai potensi resiko dan kebutuhan adaptasi mereka masih sangat terbatas. Dokumen yang saat ini disusun untuk mengisi kekosongan ini dengan mengevaluasi berbagai jenis kerentanan yang mempengaruhi mata pencaharian berbasis pertanian di tingkat provinsi.  Penilaian kerentanan untuk mengidentifikasi risiko serta penyebabnya, dan potensi adaptasi, dengan fokus pada peningkatan taraf hidup, keberlanjutan produksi komoditas-komoditas kunci, dan pengelolaan lahan secara menyeluruh.

Mengingat tingginya keanekaragaman lanskap di Provinsi Nusa Tenggara Timur, difokuskan perhatian pada kecamatan-kecamatan dengan fitur biofisik dan sosial-ekonomi yang mirip. Ini membantu dalam mempermudah tugas dalam mengidentifikasi risiko yang identik antar kecamatan. Kegiatan ini mendefinisikan area-area homogen, atau ‘tipologi,’ dengan menggunakan pengelompokan K-means. Pengelompokan ini didasarkan pada komposit dari indikator biofisik dan sosial-ekonomi. Untuk mempermudah proses pengelompokan, penggunaan analisis PCA untuk menyederhanakan dimensi data.

Tipologi tersebut dibagi dalam 6 klaster.

Tipologi 1: Tipologi padat penduduk di daratan rendah kering dan panas, dengan ekonomi yang ditopang oleh sektor non-pertanian dan tutupan lahan vegetasi yang sedikit. Tipologi ini memiliki infrastruktur dan fasilitas publik yang baik, serta angka penderita gizi buruk dan kemiskinan yang rendah.

Tipologi 2:Tipologi ini memiliki curah hujan tinggi dan tutupan hutan yang baik, menawarkan potensi pariwisata alam dan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Namun, terdapat risiko banjir, erosi, dan longsor yang tinggi, disertai dengan infrastruktur publik yang terbatasdan kecenderungan gizi buruk yang tinggi.

Tipologi 3: Tipologi ini memiliki kepadatan rumah tangga rendah dan tingkat kemiskinan tinggi, dengan akses listrik dan sumber air yang terbatas. Keunggulannya terletak pada tutupan hutan dan lahan pertanian yang luas, didukung oleh jaringan jalan yang baik. Namun, tipologi ini menghadapi risiko deforestasi, dan longsor, dengan infrastruktur kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai.

Tipologi 4: Tipologi daerah pesisir berbukit dengan kelerengan curam. Curah hujan rendah dan akses terbatas ke sumber air meningkatkan risiko kekeringan. Kendati terbatasnya irigasi dan tantangan infrastruktur, 89.26% rumah tangga terlayani listrik dan ekonomi didukung oleh sektor kelautan dan perikanan. Tingkat gizi buruk yang rendah mengindikasikan kesehatan yang memadai, namun keterbatasan akses ke pelabuhan dan bandara menghambat potensi perdagangan dan pariwisata.

Tipologi 5: Tipologi dengan tutupan hutan dan savanna yang luas, serta kawasan lindung yang besar, berkontribusi pada keanekaragaman hayati dan penyediaan jasa lingkungan, namun frekuensi kebakaran hutan dan lahan yang cenderung tinggi. Terdapat lahan pertanian sebagai sumber penghidupan, namun memiliki tantangan kemiskinan relatif tinggi, iklim kering, akses terbatas ke sumber air dan infrastruktur transportasi.

Tipologi 6: Tipologi ini, yang terletak di dataran rendah,memiliki kepadatan rumah tangga moderat dan luas lahan pertanian dengan infrastruktur irigasi terluas. Meski menghadapi tantangan seperti tingginya persentase rumah tangga kurang sejahtera dan kencenderungan gizi buruk tinggi, wilayah memiliki aksesibilitas transportasi yang baik dan akses ke sumber air yang dekat.

Kegiatan dilanjutkan dengan Review Hasil kegiatan Lokalatih I yaitu Pemicu, Tekanan, dan Dampak Kerentanan Penghidupan Akibat Perubahan Iklim dan  FGD II  terbagi dalam 6 kelompok yang akan Mengkaji hasil bentuk kerentanan penghidupan akibat perubahan iklim berdasarkan karakteristik tipologi regional, Menggali Respon yang dibutuhkan yang responsive gender untuk menjawab Pemicu, Tekanan, Keadaan dan Dampak (Driver, Pressure, State, dan Impact (DPSI) terkait kerentanan penghidupan akibat perubahan iklim, Menggali faktor pemungkin (pemetaan pemangku kepentingan, rumusan KRP, jangka waktu) dari strategi yang disusun sebagai respon bentuk kerentanan penghidupan akibat Perubahan Iklim Melalui Penghidupan Berbasis Pertanian, dengan menggunakan alat bantu E-Learning.

Penulis : Ita Kana (Pranata Humas Ahli Muda)
Editor: Sylvia C. Francis 
 


Anda Suka Berita Ini ?