Setelah Jepang menyerah, Kepala Pemerintahan Jepang (Ken Kanrikan) di Kupang memutuskan untuk menyerahkan pemerintahan atas Kota Kupang kepada tiga orang yakni Dr.A.Gakeler sebagai walikota, Tom Pello dan I.H.Doko. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena pasukan NICA segera mengambil alih pemerintahan sipil di NTT, dimana susunan pemerintahan dan pejabat-pejabatnya sebagian besar adalah pejabat Belanda sebelum perang dunia II. Dengan demikian NTT menjadi daerah kekuasaan Belanda lagi, sistem pemerintahan sebelum masa perang ditegakkan kembali. Pada tahun 1945 kaum pergerakan secara sembunyi-sembunyi telah mengetahui perjuangan Republik Indonesia melalui radio. Oleh karena itu kaum pegerakan menghidupkan kembali Partai Perserikatan Kebangsaan Timor yang berdiri sejak tahun 1937 dan kemudian berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Perjuangan politik terus berlanjut, sampai pada tahun 1950 dimulai pase baru dengan dihapusnya dewan raja-raja. Pada bulan Mei 1951 Menteri Dalam Negeri NIT mengangkat Y.S. Amalo menjadi Kepala Daeraah Timor dan kepulauannya menggantikan H.A.Koroh yang wafat pada tanggal 30 Maret 1951. Pada waktu itu daerah Nusa Tenggara Timur termasuk dalam wilayah Propinsi Sunda Kecil.
Berdasarkan atas keinginan serta hasrat dari rakyat Daerah Nusa Tenggara, dalam bentuk resolusi, mosi, pernyataan dan delegasi-delegasi kepada Pemerintahan Pusat dan Panitia Pembagian Daerah yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No.202/ 1956 perihal Nusa Tenggara, pemerintah berpendapat suda tiba saatnya untuk membagi daerah Propinsi Nusa Tenggara termasuk dalam Peraturan Pemerintahan RIS no. 21 tahun 1950, (Lembaran Negara RIS tahun 1950 No.59) menjadi tiga daerah tingkat I dimaksud oleh undang-undang No.I tahun 1957. Akhirnya berdasarkan undang-undang No.64/1958 propinsi Nusa Tenggara di pecah menjadi Daerah Swa tantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor.
Berdasarkan undang-undang No.69/ 1958 tentang pembentukan daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah Swa tantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 12 Daerah Swatantra Tingkat II ( Monografi NTT, 1975, hal. 297). Adapun daerah swatantra tingkat II yang ada tersebut adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Angada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timo Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.
Dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Daswati I Nusa Tenggara Timur tertanggal 28 Februari 1962 No.Pem.66/1/2 yo tanggal 2 juli 1962 tentang pembentukan kecamatan di Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur, maka secara de facto mulai tanggal 1Juli 1962 swapraja-swapraja dihapuskan (Monografi NTT, Ibid, hal. 306). Sedangkan secara de jure baru mulai tanggal 1 September 1965 dengan berlakunya undang-undang no. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Pada saat itu juga sebutan Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dirubah menjadi Propinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan Daerah Swatantra Tingkat II dirubah menjadi Kabupaten.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur di Kupang, tanggal 20 Juli 1963 No.66/1/32 mengenai pembentukan kecamatan , maka Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan 12 Daerah Tingkat II dibagi menjadi 90 kecamatan dan 4.555 desa tradisional, yakni desa yang bersifat kesatuan geneologis yang kemudian dirubah menjadi desa gaya baru.
Pada tahun 2003 wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 16 Kabupaten dan Satu Kota . Kabupaten-kabupaten dan Kota tersebut adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara , Belu, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Angada, Manggarai, Rote Ndao, Manggarai Barat dan Kota Kupang. Dari 16 Kabupaten dan satu kota tersebut terbagi dalam 197 kecamatan dan 2.585 desa/kelurahan.