Blog Single
Artikel - Pariwisata

MATERIAL BAMBU UNTUK DESTINASI WISATA BERKELANJUTAN DI NTT

Paul J. Andjelicus

Perencana Madya Spasial Disparekraf NTT

Anggota IAI Provinsi NTT

 

   Industri pariwisata telah berupaya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang dilakukan melalui upaya mewujudkan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut telah dikeluarkan pedoman melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif  Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman  Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Pedoman ini memuat Standar Pembangunan Destinasi Wisata Berkelanjutan yaitu standar untuk Pengelolaan Berkelanjutan, Keberlanjutan Sosial Ekonomi, Keberlanjutan Budaya dan Standar Keberlanjutan Lingkungan.

 

   Artikel ini akan membahas Standar Keberlanjutan Lingkungan terkait upaya mewujudkan Destinasi Wisata Berkelanjutan melalui kehadiran bangunan fasilitas penunjang wisata yang ramah lingkungan melalui penggunaan material bambu. Salah satu kriteria   pada Standar Keberlanjutan Lingkungan adalah Pengelolaan Air Limbah dan Emisi yang mempunyai salah satu sub kriteria adalah Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Mitigasi Perubahan Iklim. Sub kriteria ini   mengharuskan suatu destinasi wisata memiliki target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Kita tahu bersama, penurunan Emisi GRK merupakan isu global penting saat ini untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

 

   Destinasi Wisata wajib memiliki program atau kegiatan untuk mengurangi Emisi GRK yang dapat dibuktikan melalui   program yang memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan, bangunan ramah lingkungan dan atau program atau kegiatan pariwisata yang dapat mengurangi emisi karbon seperti menanam bakau di pesisir, penggunaan solar lighting saat camping, dan sebagainya.

 

    Menurut penulis, upaya mengurangi gas rumah kaca dapat dilakukan melalui kehadiran bangunan fasilitas pariwisata yang ada di destinasi wisata seperti bangunan akomodasi atau restoran yang memenuhi prinsip Bangunan Gedung Hijau (BGH) yang meliputi : pengelolaan tapak, efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan air, kualitas udara dalam ruang,  penggunaan material ramah lingkungan,  pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah. Prinsip – prinsip  tersebut  sejalan dengan upaya yang disyaratkan dalam pedoman Destinasi Pariwisata  Berkelanjutan pada sub kriteria Emisi GRK.

 

   Penggunaan material ramah lingkungan dapat dilakukan melalui penggunaan material setempat yang ada di sekitar lokasi sehingga mengurangi transportasi material yang dapat meningkatkan emisi karbon. Salah satu material tersebut adalah bambu. Bambu selama ini sudah terbukti sangat bermanfaat di seluruh aspek kehidupan mulai dari makanan, obat alami, perabot rumah tangga, kertas, pembuatan produk kecantikan sampai untuk  bahan bangunan.

 

   Bambu disebut sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan atau green material karena memerlukan energi yang lebih sedikit untuk produksi.  Bambu bertumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ketinggian maksimal dalam waktu tiga tahun saja, dengan panjang maksimal sekitar 35 cm. Setelah dipanen, bambu bisa kembali beregenerasi dengan cepat. Bambu bisa tumbuh subur di tanah yang tidak produktif seperti daerah jurang.

  

   Bambu dapat mengurangi polusi sehingga mampu mengurangi efek rumah kaca,  penyerap CO2 yang baik karena 1 ha bambu mampu menyerap dan menahan 50 ton CO2 per tahun dan mampu menghasilkan oksigen 35 persen lebih banyak dibandingkan  pohon biasa lainnya. Akar bambu dapat mengendalikan erosi tanah dan mampu menyerap nitrogen dalam jumlah besar sehingga membantu mengurangi polusi air. Bambu mampu menyimpan air dengan baik karena 1 (satu) rumpun bambu dapat menyimpan 5000 liter air pada musim hujan yang bermanfaat pada musim kemarau.

 

   Bambu sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan, banyak digunakan sebagai bahan bangunan untuk struktur dan komponen bangunan pelengkap pada rumah dan infrastruktur lainnya. Selain ringan dan tahan terhadap gempa, bambu mudah digunakan dan diperbaiki saat terjadi kerusakan, ramah bagi kesehatan, memiliki harga yang lebih murah dibandingkan bahan lainnya. Melalui proses pengawetan yang tepat, kinerja bambu dapat ditingkatkan agar memiliki kekuatan yang besar dan tahan lama.

 

   Sejumlah keunggulan ini telah menjadikan  bambu menjadi bahan konstruksi yang semakin populer dalam industri pariwisata. Bambu adalah pilihan yang sangat relevan saat ini untuk bangunan penunjang  wisata karena sifatnya yang ramah lingkungan, terjangkau dan memiliki potensi estetika yang luar biasa. Banyak karya – karya arsitektur untuk fasilitas wisata seperti akomodasi dan restoran atau gebang kawasan wisata mengunakan material bambu baik secara kesuluruhan maupun dikombinasikan dengan material lainnya. Contohnya  dapat dilihat pada beberapa resort hotel dan restoran di Bali yang dibangun  dari material bambu dan menjelma menjadi karya yang eksotik.

 

Bambu di NTT

   Penggunaan material bambu di Nusa Tenggara Timur sangat menjanjikan, karena  provinsi ini memiliki kekayaan alam bambu yang melimpah dengan berbagai jenisnya. Material bambu banyak tersedia khususnya di Pulau Flores disamping Pulau Timor dan Sumba sendiri. Hasil penelitian yang ada telah mengidentifikasi 19 jenis bambu di NTT yang tersebar di sepanjang Pulau Flores dan Sumba. Bahkan 4 diantaranya merupakan jenis bambu endemik atau langka.

 

    Belum ada data yang pasti terkait luasan kawasan hutan bambu yang ada di NTT, namun dari data Yayasan Bambu Lestari, terdapat area bambu seluas 80.000 Ha yang tersebar di Kabupaten Mabar, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada dan Nagekeo. Untuk Pulau Sumba ada di daerah Pola, Tana Daru, Wanggameti dan Mangili Wati.  Khusus di Kabupaten Ngada sudah ada 10 desa bambu yang dijadikan pusat unggulan dan percontohan untuk daerah lain. 10 desa tersebut adalah Desa Ratogesa, Mataloko, Dokka, Dadawea,Were 1, dan Were 2, Were 4, Waieia, Radabata dan Desa Wogo yang terdapat di Kecamatan Golewa.  

 

   Kalau ditarik ke belakang, bambu telah dipakai sebagai material bangunan, karena banyak bangunan adat atau bangunan tradisional di NTT mengunakan material bamboo. Pengembangan pemanfaatan material bambu untuk bangunan selanjutnya telah mulai digagas melalui berbagai upaya. Pembangunan pusat kawasan bambu di NTT adalah salah satu contohnya seperti   Kampus Desa Bambu Agroforestry di daerah Turetogo Desa Ratogesa Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada pada  tahun 2021 dan Kampus Bambu Komodo di kawasan Destinasi Gua Batu Cermin, Manggarai Barat tahun 2023 lalu.

 

   Kampus Desa Bambu di Kabupaten Ngada dikembangkan oleh Yayasan Bambu Lestari (YBL) di atas lahan seluas 1 Ha dengan  beberapa fasilitas yang akan dibangun secara bertahap seperti fasilitas pengawetan bambu, rumah bambu lestari, mess  dan aula pertemuan untuk berbagai kegiatan diklat dan pertemuan. Kampus ini memiliki area hutan bambu yang dibiarkan terjaga kelestariannya dan dilengkapi kebun pembibitan yang terdiri dari beberapa jenis bambu dan tanaman sela seperti porang dan tanaman pewarna tradisional.

 

   Sementara Kampus Bambu Komodo (KBK) terletak di kawasan Destinasi Gua Batu Cermin, Manggarai Barat yang menempati area lahan seluas 2,5 Ha milik pemda, diarahkan menjadi rumah produksi bersama untuk mengolah bambu menjadi berbagai produk ekonomi kreatif bernilai tinggi dan berkelanjutan. Kemudian akan dikembangkan menjadi pusat pembelajaran (learning centre), fasilitas publik bagi masyarakat yang ingin belajar lebih dalam mengenai bambu, mulai penanaman dan pemanenan.

 

   Saat ini,  bangunan dari bambu di NTT sudah hadir dengan sentuhan teknologi modern sehingga menghasilkan karya bangunan yang indah. Seperti  Sekolah Perhotelan Internasional yang dibangun oleh Sumba Hospitality Foundation tahun 2015 lalu di Kabupaten Sumba Barat Daya.  Fasilitas bangunan yang dibangun mengunakan bambu sebagai bahan utama seperti bangunan kelas, penginapan dan fasilitas lainnya. Kemudian untuk  bangunan fasilitas wisata,  yang dapat menjadi contoh karya eksotik dari bambu adalah    Restoran Kings di Namosain Kota Kupang dan Restoran La Cove di Kawasan Wisata Pantai Lasiana Kota Kupang.

 

   Peluang karya arsitektur fasilitas wisata dari material bambu untuk melahirkan bangunan yang ramah lingkungan dan eksotik dengan sentuhan modern di NTT terbuka lebar.  Material bambu merupakan material ramah lingkungan, tersedia banyak di NTT dan sudah banyak contoh karya baik di luar NTT maupun di dalam NTT sendiri. Kehadiran bangunan ramah lingungan pada destinasi wisata melalui material bambu ikut memberikan andil nyata bagi  upaya membangun Destinasi Wisata Berkelanjutan di NTT.

 

Anda Suka Berita Ini ?