WISATA ASTRONOMI DI KAWASAN LELOGAMA : Potensi Wisata Tematik Khusus Bertaraf Internasional di Kabupaten Kupang
WISATA ASTRONOMI
DI KAWASAN LELOGAMA
Potensi Wisata Tematik
Khusus Bertaraf Internasional di Kabupaten Kupang
Paul J. Andjelicus
Perencana
Madya Spasial Dinas
Parekraf Provinsi NTT
Anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Provinsi NTT
Rancangan teknokratik RPJMN
2025-2045 menuju Visi Indonesia Emas 2045 dari konteks pembangunan
kewilayahaan, menetapkan Koridor Bali
dan Nusa Tenggara, menjadi Koridor
Super Hub Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bertaraf Internasional. Sementara
tematik pembangunan tahun 2025 khusus untuk Provinsi NTT yang mendukung rencana
koridor super hub tersebut adalah sebagai
Pusat Pariwisata Bahari dan
Tematik Khusus Bertaraf Internasional. Arahan nasional bagi pembangunan
kepariwisataan NTT perlu ditindaklanjuti dengan berbagai persiapan dan
perencanaan sesuai potensi yang dimiliki.
Salah satu potensi wisata
tematik khusus yang dapat dikembangkan bertaraf internasional adalah Kawasan
Lelogama di Kabupaten Kupang. Kawasan
Lelogama yang meliputi wilayah Kecamatan
Amfoang Selatan dan Amfoang Tengah dalam
5 (lima) tahun terakhir mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini karena
pada tahun 2015, pemerintah menetapkan
kawasan ini menjadi lokasi pembangunan Observartorium Nasional yang baru
menggantikan Observatorium Boscha di Lembang Bandung. Mulai dibangun tahun 2015
dan pada saat ini mulai memasuki tahap akhir dan diperkirakan mulai beroperasi
tahun 2025 nanti.
ObNas Timau menempati area
lahan seluas 34,87 Ha yang terletak di
wilayah Desa Bitobe Kecamatan Amfoang Tengah
dan berada dalam Kawasan Hutan Lindung Gunung Timau. Area ini didukung
dengan area penyangga sekitar 320 Ha atau dalam radius 1,75 km dari pusat tapak
lokasi. Kehadiran ObNas Timau di Kawasan Lelogama mulai
semakin dikenal luas dan mengundang banyak perhatian khususnya pecinta
astronomi baik nasional dan internasional.
Kawasan
Lelogama yang berada pada ketinggian sekitar 700 m dpl, menjadi salah satu
tempat wisata alam bagi masyarakat Kupang dan sekitarnya dengan panorama keindahan
alamnya. Kehadiran ObNas Timau akan menjadi magnet yang semakin luar biasa.
Untuk mendukung hal tersebut, rencana pembangunan termasuk pengembangan pariwisata
di Lelogama terus dipersiapkan termasuk pembangunan berbagai infrastruktur pendukung seperti pembangunan jaringan jalan untuk membuka
isolasi di kawasan ini.
Namun
berbagai rencana pembangunan kawasan ini harus juga mampu melindungi ObNas
Timau agar dapat berfungsi dengan baik minimal selama 50 tahun ke depan. Ini
menjadi target pemerintah pusat dengan syarat bersihnya langit kawasan
sekitarnya dari polusi cahaya dan udara.
Pemerintah pusat melalui Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN) telah mempunyai rencana untuk membangun Taman Wisata Langit Gelap di
kawasan sekitar ObNas Timau yang sekaligus
menjadi kawasan penyangga.
Menurut Clara Yono Yatini,
Peneliti Ahli Pusat Riset Antariksa dari BRIN, objek utama wisata astronomi (astrotourism) sendiri adalah langit malam yang bersih dari polusi cahaya. Sehingga semua kegiatan
pembangunan termasuk pengembangan wisata di dalam wilayah tersebut perlu diatur
agar tidak menimbulkan polusi cahaya.
Salah satu parameter bahwa kondisi langit suatu lokasi bebas polusi cahaya
adalah kemampuan melihat barisan
bintang-bintang yang disebut galaksi milkyway dengan mata
telanjnag secara baik dan jelas. ObNas Timau
dibangun dengan sumber daya yang sangat besar termasuk peralatan
teleskop kelas dunia, sehingga sudah selayaknya langit kawasan harus dijaga
dari berbagai sumber polusi cahaya agar keberlangsungan operasional ObNas Timau
tetap terjaga dalam kurun waktu yang lama.
Saat ini polusi cahaya di sekitar ObNas Timau masih tergolong sangat rendah, namun patut diperhatikan adalah sky glow (cahaya yang membuat langit menjadi terang seperti cahaya dari perkotaan). Sky glow dari Kota Kupang dan sekitarnya, terlihat cukup jelas di arah Barat Daya ke Selatan dari Kawasan Lelogama. Kemudian hasil foto citra satelit sudah ada spot-spot titik terang cahaya pada beberapa area yang dekat dengan Kawasan Lelogama seperti Takari dan Oesao yang lokasinya lebih dekat dibanding Kota Kupang.
POTENSI DAYA TARIK WISATA
Kawasan
Lelogama menjadi salah satu kawasan potensial untuk pengembangan wisata alam
dengan keberagaman daya tarik wisata yang ada dan didukung oleh infrastruktur
kawasan yang sudah cukup lengkap. Kehadiran
ObNas Timau semakin menguatkan citra Kawasan Lelogama untuk menjadi
kawasan wisata unggulan khususnya pengembangan wisata tematik khusus astronomi.
Beberapa obyek daya tarik wisata yang sudah ada
kawasan ini antara lain Bukit Lelogama atau Bukit Teletubies, Batu Basusun, Air Terjun Lelogama dan Air
Panas Belerang Oh Aem. Kehadiran beberapa daya tarik wisata alam melengkapi kehadiran ObNas Timau yang akan
menjadi bintang dan daya tarik utama
kawasan ini bagi para pencinta astronomi.
Gambar 1. Beberapa Daya Tarik Wisata di Kawasan
Lelogama Kabupaten Kupang (Padang Lelogama, Batu Basusun, Air Terjun
Lelogama, Air Panas Belerang Oh Aem)
Sumber: Istimewa,2024
Kemudahan
aksesibilitas untuk mencapai kawasan ini menjadi salah satu kekuatan dan daya
tarik untuk menghadirkan pengunjung. Dengan jarak hanya 64 km dari Kupang,
cukup 2 – 2,5 jam perjalanan darat sudah dapat mencapai Kawasan Lelogama dengan
jaringan jalan yang baik. Sementara untuk menuju ke ObNas Timau hanya berjarak
sekitar 15 km dari Kelurahan Lelogama dan dapat ditempuh dengan kendaraan
selama 10-15 menit karena infrastruktur jalan yang baik.
Fasilitas akomodasi dan amenitas masih terbatas khususnya warung atau resto yang menyediakan minuman hangat dan makanan khas lokal setempat. Hal ini tentu menjadi tantangan untuk dapat disiapkan secara baik dengan prinsip kolaboratif, baik oleh masyarakat setempat, pihak swasta maupun pemerintah mulai dari pemerintah desa setempat sampai kabupaten dengan dukungan pemerintah provinsi dan pusat.
Gambar 2. Kondisi bangunan Observatorium Nasional Timau Tahun 2024
Sumber: BRIN,2024
PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA
LELOGAMA
a.
Pentingnya
Arahan Penataan Ruang
Belajar dari
pengalaman Observatorium Boscha (ObBos)
Lembang Bandung yang sekarang sudah tidak dapat melakukan operasional dengan baik akibat tingkat polusi
cahaya yang tinggi. Ini merupakan dampak
kegiatan pembangunan yang terus berlangsung dari tahun ke tahun khususnya sejak
tahun 1980-an di Kawasan Lembang. Artinya ObBos Lembang sudah beroperasi dengan baik selama 60 tahun sejak
tahun 1920. Penataan ruang perlu segera dilakukan agar kegiatan pembangunan
pada kawasan ini termasuk sektor pariwisata yang akan dikembangkan tidak
mengganggu opreasional ObNas Timau. Kawasan ini perlu segera ditetapkan sebagai
Kawasan Strategis Nasional Bidang Iptek yang kewenangannya berada pada
pemerintah pusat.
Hasil pengamatan
penulis di lapangan dan informasi dari google earth, permukiman terdekat berada
di Desa Bitobe sekitar 4 km (arah tenggara dari ObNas Timau). Pusat Kecamatan Amfoang Tengah di Fatumonas
berada pada radius sekitar 10 km dari tapak ObNas Timau, sementara pusat
Kecamatan Amfoang Selatan di Kelurahan Lelogama berada pada radius sekitar 11
km dari tapak ObNas. Penyebaran lokasi wisata berada pada radius 6 – 20 km dari
tapak ObNas dan terletak di wilayah Selatan sampai Timur. Pertambahan penduduk
dan kegiatan pembangunan di area permukiman pada saat ini dan di masa depan
akan merubah wajah lahan dan tentu berpotensi menyebabkan gangguan seperti
polusi cahaya dan udara.
Untuk itu
penulis mengusulkan Zonasi Kawasan
Lelogama dengan Konsep Tiga Zona dengan memperhatikan pola dan struktur ruang, permukiman dan
infrastruktur eksisting serta persebaran
daya tarik wisata yang ada. Zonasi terdiri dari Zona Inti, Zona Penyangga dan
Zona Penunjang.
§
Zona
Inti berjarak radius 5 km, yang tidak boleh dilakukan kegiatan pembangunan
baru. Termasuk dalam zona ini adalah area penyangga ObNas yang seluas 320 Ha.
§
Zona
Penyangga berada pada radius 5 km -10 km
dan masih berada dalam wilayah Hutan Lindung. Zona ini masih
diperbolehkan dilakukan pembangunan secara terbatas. Daya tarik wisata baru
dapat dikembangkan di zona ini yang bersifat outdoor seperti agrowisata, wanawisata. Pembangunan memperhatikan
arahan tata guna lahan.
§ Zona Penunjang berada pada radius 10-20 km dari tapak. Sebagian besar juga masih berada dalam kawasan hutan Lindung Timau namun diprediksi sudah banyak perubahan lahan, karena adanya permukiman di beberapa desa dan berbagai sarana dan prasarana terbangun. Perlu identifikasi lebih lanjut pada area ini. Zona ini menjadi tempat pembangunan sejumlah fasilitas penunjang pariwisata seperti akomodasi, warung dan rest area dengan memperhatikan arahan tata guna dalam rencana spasial yang ada.
Sementara untuk kawasan yang berada di luar zonasi (lebih dari 20 km) tetap menjadi perhatian
dengan kebijakan utama adalah pembatasan pengunaan cahaya malam seperti penggunaan tudung lampu agar cahaya tidak berpendar ke langit yang mengganggu
tingkat kegelapan malam.
b.
Pengembangan
Daya Tarik Wisata
Ada hal menarik yang menarik yang patut kita contoh. Beberapa daerah yang nota bene tidak memiliki observatorium tetapi justru mampu menawarkan wisata langit gelap seperti Desa Sukaluyu di Jawa Barat dan Desa Wisata Tinalah di DI Jogyakarta. Ini dapat menginspirasi kita di NTT khususnya Kabupaten Kupang, terkait upaya kreatif dan inovatif dalam membangun daya tarik wisata untuk menawarkan tantangan dan pengalaman baru bagi wisatawan.
Gambar 3. Taman
Langit Pangalengan Kabupaten Bandung
Sumber: wisatamilenial.com dan jendelapuspita.com
Taman Langit Pangalengan di Desa Sukaluyu, Pangalengan Kabupaten Bandung yang berada di ketinggian 1670 m dpl, pada siang hari menawarkan keindahan alam pegunungan, sunrise dan sunset dari seluruh sudut pandang, sementara malam hari menawarkan pemandangan city night dari kota Pangelengan dan keindahan bintang di langit malam.
Gambar 4. Desa Wisata Tinalah Kulonprogo DI Yogyakarta dengan Konsep Astrocamp
sumber : https://pastron.uad.ac.id dan Dinas Pariwisata Kulon Progo DIY
Desa Wisata (Dewi) Tinalah di Kulonprogo DI Jogyakarta yang menjadi salah satu dari 50 desa wisata yang mendapat Anugerah Desa Wisata Indonesia tahun 2021, mengembangkan kegiatan wisata astronomi melalui kerjasama dengan Pusat Studi Astronomi (PASTRON) Universitas Ahmad Dahlan. Layanan wisata dengan konsep pengamatan benda langit diberi nama Astrocamp. Kehadiran Teleskop Skywatcher dengan berbagai perangkat pelengkapnya memberikan layanan dan pengalaman baru bagi wisatawan di Dewi Tinalah.
Pengembangan daya tarik wisata di Kawasan Lelogama seharusnya dapat lebih baik dan optimal dari kedua destinasi tersebut di atas, mengingat potensi kawasan yang ada dan kehadiran ObNas Timau yang bertaraf nasional dan internasional.
ï‚§ Pengembangan daya tarik wisata di Kawasan Lelogama mengandalkan obyek wisata yang sudah ada dan pemandangan alam / view yang menarik khususnya view pemandangan yang diperoleh sepanjang jaringan jalan dari Kelurahan Lelogama menuju Desa Fatumonas. Sepanjang bagian kiri dan kanan jalan terbentang lanskap alam yang indah yang dihiasi dengan bukit dan vegetasi dan cakrawala langit. Para pengunjung biasanya memarkir kendaraannya di kiri dan kanan bahu jalan untuk menikmati pemandangan kawasan. Beragam aktivitas dapat dilakukan dari bersantai, foto session, makan bersama, diskusi, meditasi, kegiatan kerohanian, camping, hiking dan lainnya.
Sampai saat ini belum disiapkan fasilitas untuk menunjang aktivitas ini. Perlu disiapkan fasilitas seperti rest area, pos pandang dan parkir agar pengunjung dapat berwisata dengan baik dan kegiatan parkir tidak mengganggu akses jalan. Sistem penerangan kawasan diupayakan seminimal mungkin seperti penggunaan tudung lampu pada lampu jalan atau lampu fasilitas penunjang yang ada di luar (outdoor).
Gambar 5. Ilustrasi fasilitas Rest Area dan fasilitas parkir untuk menikmati view lanskap alam dengan lampu Kawasan bertudung agar Cahaya tidak mengganggu kondisi langit malam
ï‚§ Fasilitas lainnya yang cocok disiapkan adalah area berkemah atau camping ground, yang dapat dirancang tersebar di berbagai titik kawasan atau terpusat. Fasilitas ini akan mengakomodir pengunjung dan para pencinta astronomi untuk beraktivitas dengan teropong bintang menyaksikan keindahan benda langit sambil menikmati suasana alam kawasan.
ï‚§ Pengembangan daya tarik wisata perlu juga disinkronkan dengan rencana pembangunan Taman Wisata Langit Gelap oleh pemerintah pusat terkait beberapa aspek seperti lokasi, fasilitas terbangun, layanan wisata dan pemberdayaan masyarakat kawasan.
Gambar 6. Ilustrasi fasilitas
Camping Groud dan kegiatan astronomi
dari Wisata Langit Gelap
Sumber: Istimewa
c. Arsitektur Kawasan Lelogama
Arsitektur Kawasan Wisata Lelogama diperlukan untuk menguatkan potensi daya tarik kawasan wisata dan pembentuk citra kawasan, sebagai pembeda dengan destinasi wisata lainnya dan dapat dilakukan dengan penataan fasilitas dan arsitektur bangunan.
ï‚§ Tata Letak Fasilitas
Pola perletakan fasilitas wisata yang akan dibangun dapat mengikuti beberapa pertimbangan antara lain bentuk dan topografi tapak, akses jaringan jalan, posisi arah Utara - Selatan dan posisi view terbaik. Perletakan juga dapat mengadopsi pola ruang bangunan tradisional yang ada. Seperti untuk pola ruang arsitektur tradisional Timor cenderung memusat dan bangunan utama berada pada tempat yang paling tinggi.
Gambar 7 .
Pola tata letak bangunan
tradisional Timor yang mengenal sistem hirarki
Sumber: Istimewa
ï‚§ Arsitektur bangunan
Bentuk – bentuk arsitektur yang dapat ditampilkan untuk berbagai fasilitas wisata seperti fasilitas akomodasi, resto, tempat santai/shelter dapat digali dari bentuk bangunan lokal setempat seperti rumah khas berbentuk bulat atau yang disebut Ume Khubu. Penggunaan material material kayu, bambu dan batu lokal setempat pada fasilitas wisata yang akan dibangun ikut berkontribusi dalam memberikan citra nuansa kawasan wisata Lelogama.
Gambar 8 . Rumah Bulat (ume khubu) yang menjadi tempat
berlindung dari kondisi cuaca angin dan
dingin dapat menjadi inspirasi bangunan akomodasi dan amenitas yang akan
dibangun
Sumber: Istimewa
Gambar 9. Proposal
Desain Akomodasi di Kawasan Lelogama yang memadukan Arsitektur Tradisional
setempat yaitu Rumah Bulat (ume khubu) dan Bentuk Observatorium Nasional Timau
Sumber: Pribadi,2023