Blog Single
Berita - Pariwisata

Pentingnya Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Berbagai Karya Cipta, Rasa dan Karsa Manusia Catatan dari Kegiatan Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual di Kabupaten Ngada)

Sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Sosialisasi dan Fasilitasi Pendaftaran Kekayaan Intelektual antara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Nusa Tenggara Timur, tanggal 3 Februari 2023 bertempat di Ballroom JJ Virgo Hotel Bajawa telah dilaksanakan Kegiatan Promosi dan Sosialisasi Kekayaan Intelektual. Kegiatan yang difasilitasi oleh Kanwil Kumham NTT ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Ngada Theodosius Yosefus Nono.

  Dalam sambutan pembukaannya, Teddy sapaan akrab Sekretaris Daerah Kab. Ngada mengatakan bahwa potensi hasil karya cipta, rasa dan karsa masyarakat Ngada cukup variatif dengan keunikan masing-masing dan menyebar di seluruh wilayah, baik berupa peninggalan leluhur seperti motif tenunan, ritual adat, kuliner, musik, tari-tarian maupun hasil karya ekonomi kreatif lainnya yang berkembang terutama potensi kopi dan produk olahan lainnya.

Nenek moyang kita telah mewariskan kekayaan intelektual yang sangat luar biasa. Kita sekarang tinggal menikmati karya intelektual mereka. Tentu ini akan menjadi perhatian Pemda,” ujar Teddy saat membuka kegiatan.

  Berbagai produk tersebut selain memenuhi aspek legalitas dan standardisasi produk, hal penting lainnya yang harus menjadi perhatian serius bersama adalah upaya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari pencipta karya tersebut. Ini diperlukan agar produk yang ada tidak diduplikasi secara tidak bertanggung jawab oleh pihak lain serta memberi nilai penghargaan terhadap produk tersebut. Selanjutnya Teddy mengatakan bahwa di era kekinian saat ini pendekatan dan pemanfataan teknologi informatika (digitalisasi) secara tepat sangat diperlukan agar produk yang dihasilkan dapat dipasarkan secara luas di pasaran global dengan harga yang kompetitif.

 “Sekarang kita hidup di era digitalisasi yang di satu sisi menawarkan kemajuan sains dan teknologi untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Tapi di sisi lain, kemajuan teknologi juga memungkinkan orang lain untuk meniru kekayaan intelektual kita, misalnya tenun adat kita bisa ditiru oleh orang Amerika, Inggris atau Perancis,” jelasnya.

   Pemerintah Kab. Ngada juga berkomitmen untuk mendorong upaya perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) yang dibuktikan dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Ngada tentang Perlindungan Kekayaan Intelektual dimana mewajibkan Pemkab Ngada untuk melakukan identifikasi, inventarisasi serta pembinaan serta fasilitasi pendaftaran kekayaan intelektual yang ada dan berkembang di Kabupaten Ngada. Pada acara pembukaan kegiatan ini, telah diserahkan 5 (lima) KI Personal berupa Karya Cipta Buku yang ditulis oleh DR. Rofinus Neto Buli kepada STIPER Bajawa. KI Karya Cipta tersebut difasilitasi pendaftarannya oleh Dinas Parekraf Prov. NTT pada tahun 2022 lalu.

  Kegiatan Promosi dan Diseminasi KI yang dilakukan secara panel tersebut menghadirkan 3 (tiga) narasumber yaitu : Marsiana Dominike Jone (Kakanwil Kemenkumham NTT), I Gusti Putu Nilawati (Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham NTT) serta  Johny Rohi (Kepala Bidang Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Parekraf Prov. NTT) yang dimoderatori oleh Erni Mamo - Lie .

  Materi pertama disampaikan oleh Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone terkait posisi strategis kebijakan Pemda dalam penyelenggaraan Kekayaan Intelektual.

"KI adalah kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia melalui daya cipta, rasa dan karsanya yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Penyelenggaraan perlindungan KI dapat berjalan baik apabila ada dukungan dari pemerintah daerah," ujarnya.

 

  Menurut Marciana, Pemda bertanggung jawab untuk melaksanakan inventarisasi, identifikasi dan penelitian potensi KI di daerah. Namun, upaya tersebut termasuk pendaftaran KI masih belum maksimal dilakukan di Kabupaten Ngada. Padahal, ada beragam potensi KI yang dimiliki Kabupaten ini. Diantaranya, kopi Bajawa, tenun ikat, upacara Reba, bambu, motif tenun ikat dan lainnya.


"Kabupaten Ngada sudah memiliki Perda Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Kekayaan Intelektual, tinggal bagaimana mengeksekusi program/kegiatan perlindungan KI dan pemberdayaan pelaku KI," jelasnya.

 

   Marciana menjelaskan, KI terdiri dari ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, indikasi geografis dan sumber daya genetik. Sedangkan kekayaan intelektual personal terdiri dari paten, merek, hak cipta, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Sementara Perlindungan KI adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak kekayaan intelektual.

 

   Perlindungan KI dapat berupa pengutamaan produk dan budaya lokal. Disamping melakukan pembinaan, fasilitasi pendaftaran KI, dan advokasi. Sedangkan pemberdayaan pelaku KI dilakukan melalui pengembangan pemasaran dan promosi, memberikan pendanaan dan permodalan, penguatan kelembagaan, serta pembangunan zona kreatif/ruang kreatif/kota kreatif.

 

  Untuk pendanaan, lanjut Marciana, dapat bersumber dari APBD atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi.

"Pemda juga harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan KI. Masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan, hingga ikut serta melakukan pengawasan," jelasnya.

 

   Materi selanjutnya di sampaikan oleh I Gusti Putu Milawati (Kepala Divisi Yankumham Kanwil Kemenkumham NTT) dengan Judul Merek sebagai ‘Inteangible Asset’. Menurut Milawati, merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna dalam 2 (dua) atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa (pasal 1 ayat 1 UU No. 20 tahun 2016).

 

  Selanjunya Milawati mengatakan bahwa tahun 2023 ditetapkan sebagai tahun merek sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan difokuskan bagi upaya untuk mendorong peningkatan penggunaan merek serta fasilitasi pendaftaran KI untuk segmen merek. Fungsi merek disamping sebagai identitas produksi juga untuk menghasilkan nilai tambah ekonomis produk serta untuk kenyamanan dan keamanan dalam berbisnis. 

 

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendaftaran merek : tidak meniru, hindari mencantumkan merek pihak lain, hindari mencantumkan logo sertifikasi serta hindari mencantumkan unsur non merek (komposisi, cara penyimpanan, dll). Proses permohonan pendaftaran KI merek dapat dilakukan secara mandiri online, Kanwil Kumham, Konsultan maupun oleh Lembaga lainnya. Contoh konflik penggunaan merek yang saat ini cukup ramai diberitakan adalah merek dagang Geprek Bensu  antara Ruben Onsu dan Beny Sudjono.

 

   Materi selanjutnya disampaikan oleh Johny Rohi (Kabid Industri dan Ekraf Dinas parekraf NTT) dengan tema Peran Pemerinrah Daerah dalam Fasilitasi Kekayaan Intelektual di Nusa Tenggara Timur. Johny menyebutkan bahwa Pemprov NTT telah menetapkan sektor kepariwisataan sebagai prime mover pembangunan daerah karena potensi daya tarik wisata memiliki keunggulan komparatif maupun kualitatif bahkan ada yang tiada duanya di dunia. Pemprov NTT juga sangat concern mengembangkan ekonomi kreatif sebagai sektor yang sangat mendukung pembangunan kepariwisataan. Pariwisata dan ekonomi kreatif ibarat dua sisi mata uang yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.


   Pembangunan pariwisata dan ekraf di NTT dilakukan dengan pendekatan kolaboratif yang dikenal dengan istilah penthahelix, kerja sinergis secara bersama dan terfokus antara unsur pemerintah, pelaku usaha, komunitas, akademisi dan media/jurnalis. Data menunjukan bahwa usaha ekonomi kreatif di NTT berjumlah 86.928 pelaku dengan kekuatan terbesar ada di sub sektor kuliner (64,62%), Fashion/Tenunan (16,82%) serta Kriya (12,73%).  Permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha ekraf tersebut antara lain : belum berbadan hukum (83,32%), Belum memiliki Hak Kekayaan Intelektual (88,95%), menggunakan modal sendiri (92,37%), pendapatan per tahun <300 juta rupiah (92,56%) serta menggunakan teknologi informasi/digitalisasi (9%).

 

   Terkait dengan pendaftaran KI, menurut Johny perlu adanya peran serta dan dukungan berbagai pihak baik secara mandiri, pemerintah maupun Lembaga lainnya. Sejak ditandatangani Nota Kesepahaman antara Kanwil Kumham NTT dengan Dinas Parekraf NTT tentang Penyelenggaraan Sosialisasi dan Fasilitasi Pendaftaran KI pada 15 Maret 2022, telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan fasilitasi pendaftaran KI secara bersama di Kota Kupang, Kab. TTS, Kab. Lembata, Kab. Ende, Kab. Ngada, Kab. Rote Ndao, Kab. Alor, Kab Sumba Timur dan Kab. Kupang. Tahun 2022, Dinas Parekraf Prov. NTT telah melakukan fasilitasi pendaftaran KI berjumlah 102 usah di 9 (Sembilan) kab/kota termasuk 6 (enam) di Kab. Ngada yang terdiri dari 1 merek dan 5 karya cipta.

 

   Di samping fasilitasi pendaftaran KI, pemerintah provinsi juga melakukan berbagai dukungan pembinaan pelaku usaha ekraf seperti pemberian insentif, bantuan peralatan/infrastruktur, kebijakan afirmatif melalui BELA_Pengadaan, peningkatan kualitas melalui bimtek dan mentoring, pelatihan pemasaran digital, fasilitasi keikutsertaan dalam berbagai pameran termasuk dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan juga fasilitasi bantuan permodalan melalui perbankan seperti penyaluran kredit mikro merdeka oleh Bank NTT.

 

  Sesi diskusi yang dipandu oleh Erni Mamo-Lie (Kabid Pelayanan Hukum Kanwil Kumham NTT) mendapat respon serius dari peserta kegiatan. Johanes Viane Sibe salah satu tokoh masyarakat setempat, menyebutkan bahwa perlu adanya upaya serius pemerintah dan stakeholders terkait dalam upaya pelestarian berbagai budaya, ritual, tarian (ja’i) dan pakaian yang dimiliki masyarakat ngada agar berbagai peninggalan leluhur tersebut tidak diduplikasi dan diklaim sebagai milik daerah atau bahkan negara lain. Viane juga menyebutkan agar Ngada perlu ditetapkan sebagai kota kopi ataupun kota bambu merujuk pada kedua potensi tersebut yang memiliki kualitas bersaing. Selain itu perlu upaya untuk mendorong peningkatan karakter wirausaha masyarakat agar menggeluti usaha ekonomi kreatif secara berkualitas, kuantitas dan berkelanjutan.



Oleh : Johny Rohi (Kabid Industri Pariwisata dan Ekonomi Ekraf)

Dokumentasi: Penulis,2023


 

Anda Suka Berita Ini ?