Berita - Umum

Seminar Nasional STT IKAT Jakarta, Gubernur Melki : NTT Kalau Kita Salah Urus, Potensi Kerusakan Lingkungannya Besar Sekali

Kupang - Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menekankan tentang pentingnya pengelolaan sumber daya ekologis sebagai strategi pembangunan NTT yang inklusif dan berkelanjutan. Penekanan tersebut disampaikannya dalam kegiatan Seminar Nasional Sekolah Tinggi Theologi IKAT di Hotel Swiss Bellcourt, Kelapa Lima, Kota Kupang, pada Selasa (23/09/2025). Seminar Nasional bertema “Bersahabat dengan Alam” tersebut diselenggarakan secara bauran, sebagai rangkaian dari kegiatan Dies Natalis ke-40 STT IKAT Jakarta.

Gubernur Melki menegaskan bahwa seminar tersebut kontekstual karena dilaksanakan tepat setelah pertemuan tingkat nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Sumba Timur. Menurutnya, WALHI secara khusus betul-betul mendorong NTT tetap menjadi provinsi yang ramah lingkungan.

Dalam materinya, Gubernur Melki menekankan empat prinsip utama pengelolaan sumber daya ekologi berkelanjutan. Keempat prinsip tersebut adalah efisiensi dalam penggunaan sumber daya, keadilan antar generasi, partisipasi masyarakat sebagai aktor utama, serta integrasi pembangunan dengan memperhitungkan dampak ekologis.

“NTT ini kalau kita salah urus, potensi kerusakan lingkungannya besar sekali,” tegasnya.

Komitmen tersebut, menurutnya, telah diperkuat dengan sejumlah regulasi, misalnya dengan Perda tata ruang laut dan pulau kecil, Peraturan Gubernur tentang Pengawasan Ruang Laut, Konservasi, hingga Perlindungan Tanah, serta Peraturan Gubernur khusus konservasi di TN Komodo.

Mantan anggota DPR RI tersebut lalu mengambil contoh berbagai tawaran untuk membuka kembali pertambangan mangan yang telah sampai ke mejanya.

“Saya lagi tahan. Sampai dengan ada persetujuan bersama, sampai dengan semua sudah sepakat dulu, baru kemudian kita jalan. Tanpa ada kesepakatan bersama para pihak yang terkait, tidak mungkin jalan,” ujar Gubernur Melki.



Menurut Melki, implementasi pengelolaan SDA ramah lingkungan mesti dijalankan melalui program-program seperti konservasi dan rehabilitasi alam, tata kelola air dan adaptasi iklim, pertanian dan perikanan berkelanjutan, energi terbarukan, penguatan kelembagaan, serta pendidikan dan literasi ekologis.

Meski demikian, Melki tidak memungkiri tantangan-tantangan yang masih dihadapi. Sejumlah tantangan tersebut antara lain masalah kekeringan, deforestasi dan degradasi lahan, masalah ekonomi dan sosial seperti tekanan pemanfaatan sumber daya dan kemiskinan struktural, permasalahan tata kelola seperti lemahnya penegakan hukum dan keterbatasan data, belum optimalnya partisipasi masyarakat adat, serta terbatasnya infrastruktur dan teknologi.

Untuk mengatasi sejumlah tantangan tersebut, selain mengajak kolaborasi multi pihak seperti akademisi, dunia usaha, media, masyarakat sipil, dan tokoh agama, Gubernur Melki juga menekankan empat strategi lain yang bisa ditempuh. Keempat strategi tersebut adalah ekologi berkelanjutan dengan menyeimbangkan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan, penguatan tata kelola dan regulasi, pemberdayaan masyarakat lokal khususnya masyarakat adat, serta pemanfaatan IPTEK untuk mengembangkan inovasi pertanian, energi, dan konservasi.

“Saya bersyukur kemarin para Uskup dan tokoh-tokoh lingkungan protes soal geotermal. Kalau tidak ada protes itu, kita tidak tahu bahwa geotermal di lapangan yang dibuat oleh perusahaan itu bermasalah di beberapa urusan,” ujar Gubernur Melki.

Menurut Gubernur, protes tersebut membuat evaluasi dapat dilakukan, dan komunikasi yang baik berperan penting dalam menjembatani segala informasi yang simpang siur.

“Di NTT ini secara umum problem terbesar kita adalah kurang jembatan dialog. Artinya masing-masing bangun persepsi, dan masing-masing kemudian, ‘Ya udah, saya dengan persepsi ini saya akan omong begini dengan orang-orang.’ Ini yang perlu kita selesaikan dengan baik,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Jimmy Lumintang, MBA, M.Th., Rektor STT IKAT Jakarta, mengungkapkan bahwa tema “Bersahabat dengan Alam” diangkat untuk menegaskan kembali spiritualitas ekologis.

Lumintang menuturkan bahwa STT Ikat berdiri dengan satu tekad : menghadirkan pendidikan teologi yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Ia menambahkan bahwa teologi tidak berhenti di ruang kelas, tetapi hidup di tengah masyarakat, menyapa mereka yang ada di desa-desa, di pesisir, di ladang, dan di Gereja-Gereja kecil.

“Kita percaya menjaga alam adalah bagian dari menjaga manusia,” ujar Lumintang. Bagi Lumintang, menjaga alam berarti juga menjaga anak, keluarga, dan masa depan Gereja.

Dalam laporan panitia, Ketua Pelaksana Seminar sekaligus Direktur Pascasarjana STT IKAT, Pdt. Dr. Abdon Amtiran, M.Th., menyampaikan bahwa seminar ini merupakan salah satu dari 40 seminar dan 40 kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan dalam menyongsong dies natalis.

“Kami percaya bahwa seminar ini dapat menjadi kesempatan untuk berefleksi, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga kelestarian alam,” ujarnya.

Selain Gubernur Nusa Tenggara Timur, hadir sebagai narasumber adalah Pdt. Dr. Andreas Yewangoe dan Prof. Dr. Zainur Wula, S.Pd., M.Si, dengan penanggap Pdt. Emmy Sahertian, M.Th., dan RD. Sintus Runesi, M.Hum. Kegiatan dimoderatori Pdt. Dr. Nelman A. Weny, M.Th. 

Penulis: Mario F. Lawi
Foto: Dionisius Ceunfin
Video : Ady Hau
Anda Suka Berita Ini ?