Upacara Peringatan HUT ke 67 NTT: Gubernur Melki Laka Lena Serukan Spirit Gotong Royong Kunci Pembangunan Daerah
KUPANG—Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Timur menggelar Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun
(HUT) ke-67 Provinsi NTT, bertempat di Alun-alun Rumah Jabatan Gubenur NTT pada
Sabtu (20/12/2025). Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Gubernur NTT Melki Laka
Lena menyampaikan amanat dan seruan pembangunan yang berakar pada semangat
gotong royong dan kemandirian ekonomi daerah.
Upacara ini dihadiri oleh
Wakil Gubernur NTT, Ketua, Wakil-wakil
Ketua dan seluruh Anggota DPRD Provinsi NTT, pimpinan Forkopimda NTT,
Wali Kota Kupang, perwakilan para Bupati se-NTT, pimpinan instansi vertikal,
hingga tokoh agama, akademisi, dan pimpinan NGO/LSM internasional. Kehadiran
berbagai elemen ini merepresentasikan struktur sosial-politik yang kuat untuk
mendukung arah kebijakan pembangunan daerah.
Seluruh peserta yang
hadir berbusana pakaian adat lengkap dari berbagai suku khas NTT. Kehadiran
beragam identitas suku dalam momentum ini menjadi representasi nyata dari spirit
gotong royong yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat NTT dalam membangun
daerah.
Logika Pembangunan: Membangun
dari Unit Terkecil
Dalam amanatnya, Gubernur
Melki menggarisbawahi bahwa usia ke-67 Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah
moment untuk "melangkah lebih jauh" melalui tema strategis: "Sinergisitas
Tujuh Pilar dalam Mendukung Percepatan NTT yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera,
dan Berkelanjutan."
Secara logis, Gubernur Melki
mengaitkan tantangan sosial-ekonomi masyarakat NTT—seperti kemiskinan dan
ketergantungan pangan—dengan solusi penguatan ekonomi domestik. Ia menegaskan
bahwa pembangunan tidak boleh lagi bersifat elitis dan terpusat di perkotaan,
melainkan harus berbasis kerakyatan, dari desa.
"Kita dengan sadar
memilih bangkit dari desa, bangkit dari kelurahan, bangkit dari unit terkecil.
Hasil bumi NTT harus semaksimal mungkin kita olah di kampung sendiri,
dikerjakan oleh orang-orang yang tinggal di NTT, dan manfaatnya harus kembali
ke rakyat NTT," tegas Gubernur dalam pidatonya.
Paradigma ini menunjukkan
peralihan strategi ekonomi dari sekadar pengeksplorasian sumber daya mentah
menjadi pengolahan nilai tambah (value-added) di tingkat lokal. Hal ini
dinilai sebagai langkah konkret untuk menekan angka kemiskinan secara bertahap
dan berkelanjutan.
Kesehatan dan Pendidikan
sebagai Fondasi
Gubernur Melki juga
menyoroti kaitan erat antara kualitas hidup dan pertumbuhan ekonomi masyarakat
NTT. Pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai tanpa kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang menopang. Oleh karena itu, penekanan pada pilar kesehatan—terutama
penurunan stunting dan perlindungan ibu melahirkan—menjadi prioritas yang tidak
dapat ditawar.
"Tidak boleh ada
anak NTT yang memulai hidup dengan kekurangan gizi. Kesehatan bukan sekadar
program, melainkan wujud keadilan negara hingga ke desa terpencil dan
pulau-pulau terluar," lanjutnya.
Selaras dengan itu,
pendidikan diposisikan sebagai "jembatan emansipasi" untuk memutus
rantai kemiskinan antargenerasi. Gubernur menginstruksikan pemanfaatan
teknologi dan penguatan karakter guru agar anak-anak NTT mampu bersaing secara
global tanpa kehilangan akar budaya NTT.
Infrastruktur dan
Reformasi Birokrasi
Menjawab tantangan
geografis NTT yang merupakan wilayah kepulauan, Gubernur menekankan bahwa
pembangunan infrastruktur harus memiliki dampak langsung pada mobilitas ekonomi
masyarakat. Namun, ia mengingatkan agar upaya meningkatkan kemajuan infrastruktur fisik tidak mengorbankan
kelestarian alam.
Sisi fundamental lain
yang ditekankan adalah perubahan model pelayanan birokrasi. Aparatur Sipil Negara
(ASN) diminta menjadi wajah keadilan dengan mengedepankan empati dan
profesionalisme. "Birokrasi hadir untuk melayani, bukan dilayani. ASN
NTT harus menjadi teladan integritas yang cepat bekerja dan tulus melayani
dengan hati," ujarnya secara lugas.
Harapan Untuk NTT
Sebagai penutup, Gubernur
menyampaikan pesan moral untuk masyarakat NTT sebagai masyarakat komunal. Ia
mengadopsi konsep Trisakti Bung Karno—berdaulat secara politik, berdikari
secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan—sebagai arah masa depan
daerah.
"Kita ingin rakyat
NTT hidup layak dari tanahnya sendiri, berdaulat di kampungnya sendiri, dan
berdiri tegak sebagai tuan di tanah sendiri,"
pungkasnya.
Peringatan HUT ke-67 ini
pada akhirnya menjadi panggilan kolektif. Pembangunan NTT bukan lagi sebuah
proyek tunggal pemerintah, melainkan sebuah kerja kolaborasi besar. Dengan
semangat "Baku Jaga, Baku Sayang, Ayo Bangun NTT," Provinsi
NTT kini menatap masa depan dengan keyakinan bahwa kekuatan sejati daerah ini
terletak pada kaki-kaki rakyat yang berdiri kokoh di atas tanah leluhurnya
sendiri.
Penulis : Mardika Bnani
Penyunting: Ita Kana
