3 Kawasan Konservasi Baru di NTT: Komitmen Pemda untuk Kembangkan Pariwisata Melalui Pengelolaan Laut Berkelanjutan
Proses panjang upaya pelestarian sumber daya pesisir dan laut di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur akhirnya membuahkan hasil. Pada tanggal 21 Oktober 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menetapkan tiga Kawasan Konservasi Daerah (KKD) di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di wilayah Kabupaten Flores Timur (150.069,35 ha), Lembata (199.688,38 ha), dan Sikka (75.097,68 ha) melalui KEPMEN KP No 94, 95, dan 96 Tahun 2021. Jumlah tersebut menambah luasan total 5 kawasan konservasi yang telah ditetapkan di NTT menjadi 4,201,548.79 ha, dengan dua kawasan lainnya adalah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu (3,5 juta ha), serta Suaka Alam Perairan Selat Pantar dan Laut Sekitarnya (276.693,38 ha). Untuk TNP Laut Sawu merupakan Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang dikelola oleh Balai Kawasan Konservasi Perairan (BKKPN) Kupang.
Sumber Foto Yayasan WWF Indonesia
Angka ini menunjukan Provinsi NTT
telah menyumbang sekitar 17% dari 24,11 juta ha target kawasan konservasi yang
ditetapkan oleh KKP di tahun 2024. Sesuai alokasi ruang Rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) NTT yang telah dilegitimasi melalui
Peraturan Daerah Provinsi NTT No 4 Tahun 2017, terdapat alokasi kawasan
konservasi laut lainnya, yaitu Kabupaten Malaka, Kabupaten Belu, Ende, dan
Manggarai Barat.
Wilayah Flores Timur, Lembata dan
Sikka merupakan wilayah kepulauan yang saling terhubung dan merupakan habitat
penting bagi ikan hiu, pari, penyu dan dan dugong. Ketiga kawasan ini juga
merupakan jalur perlintasan setasea termasuk di dalamnya adalah paus pembunuh (Orcinus
orca) dan paus biru (Balaenoptera musculus). Ekosistem perairan laut
dangkal yang terdiri dari terumbu karang, lamun, dan mangrove yang masih dalam
kondisi baik, menjadikan kawasan ini sebagai habitat penting bagi berbagai
jenis ikan ekonomis yang kerap dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir di
sekitarnya. Selain itu, ketiga habitat tersebut menaungi keanekaragaman hayati
yang tinggi dan berpotensi menjadi daya tarik wisata sebagaimana beberapa
tempat lain di NTT. Sementara wilayah perairan laut dalamnya memiliki potensi
sumber daya ikan pelagis yang sangat besar.
Capaian Luar Biasa dari
Kolaborasi Seluruh Pihak
Penetapan tiga kawasan konservasi
di wilayah Provinsi NTT pada tahun 2021 ini menjadi salah satu capaian luar
biasa yang merupakan hasil dari upaya advokasi dan kolaborasi antara Pemerintah
Daerah Provinsi NTT, Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui BPSPL Denpasar, Pemerintah
Kabupaten Flores Timur, Lembata dan Sikka, masyarakat, akademisi serta mitra lembaga
swadaya masyarakat. Sehingga pada akhirnya Surat Gubernur Nusa Tenggara Timur
Nomor BU.532/02/DKP/2020 perihal Usulan Penetapan Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Kabupaten Flores Timur, Lembata dan Sikka di Provinsi NTT dapat
ditindaklanjuti dengan penetapan kawasan konservasi oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2021 lalu.
Yayasan WWF Indonesia ikut berpartisipasi dalam proses penetapan kawasan konservasi ini sejak tahun 2009. Bersama DKPP-NTT (Dewan Konservasi Perairan Provinsi), akademisi NTT dan BPSPL-Denpasar, Yayasan WWF-Indonesia mengawali inisiasi pengusulan penetapan kawasan konservasi di Flores Timur, dan dilanjutkan prosesnya oleh pemerintah provinsi. Berbagai survei dan monitoring dilaksanakan selama inisiasi dan proses penetapan kawasan konservasi tersebut berjalan. Yayasan WWF-Indonesia juga terlibat aktif dalam mendesain zonasi di ketiga kawasan konservasi tersebut sebagai salah satu prioritas utama untuk proses penetapan Kawasan Konservasi Perairan. Selama menuju proses penetapan, WWF juga melakukan pendampingan masyarakat terutama di Kabupaten Flores Timur untuk perlindungan dan pemanfaatan habitat dan populasi hiu karang melalui aktifitas pariwisata bahari yang berkelanjutan oleh masyarakat di Desa Pledo.Imam Musthofa, selaku Kepala Program Kelautan dan Perikanan Yayasan WWF-Indonesia turut mengapresiasi, “Yayasan WWF-Indonesia berkomitmen untuk menjadi mitra strategis Pemerintah Provinsi dan mitra lainnya di NTT dalam pembangunan sumber daya pesisir dan laut melalui pengelolaan kawasan konservasi. Hal ini dapat tercapai melalui pengelolaan kolaboratif dan adaptif dengan mempertimbangkan indikator keberhasilan pengelolaan efektif kawasan yang tertuang dalam perangkat Evaluasi Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi (EVIKA), yaitu; indikator biofisik ekosistem laut, indikator tata kelola kawasan, serta indikator sosial ekonomi dan budaya.”
Penetapan ketiga kawasan konservasi
ini bukanlah tujuan akhir, masih banyak hal yang harus dilakukan agar
pengelolaan kawasan konservasi dapat berjalan dengan optimal. Melalui surat
Nomor 3180/DJPRL/XI/2021, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr. Ir. Pamuji Lestari, M.Sc memberikan arahan
untuk menindaklanjuti penetapan ketiga kawasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain adalah penunjukan unit
pengelola, penyusunan dan penetapan Dokumen Rencana Pengelolaan Zonasi,
melakukan sosialisasi terkait kawasan dan zonasinya, serta melaksanakan
pengelolaan yang efektif. Hal ini membutuhkan partisipasi dari seluruh
stakeholder setempat untuk mewujudkan pengelolaan kawasan agar dapat berjalan
sesuai dengan fungsinya.
PLT Kadis DKP Prov NTT, George M.
Hadjoh, SH menjelaskan bahwa penetapan Kawasan Konservasi Daerah ini juga
menjadi bagian penting dalam pencapaian Rencana Strategis DKP NTT yakni target cakupan
luas kawasan konservasi yang dikelola daerah selain KKD SAP Kabupaten Alor dan
Sekitarnya. Adapun dalam pengelolaannya tidak hanya dilakukan oleh DKP Provinsi
NTT, melainkan peran keterlibatan multipihak sangat diperlukan yang nantinya
dilaksanakan melalui mekanisme kemitraan dan jejaring sebagaiman amanah PERMEN
KP No. 31 Tahun 2020 tentang pengelolaan kawasan konservasi. “Saat ini yang
perlu dilaksanakan adalah bagaimana memaksimalkan manfaat ekonomi dan ekologi
sumber daya alam perairan pada tatatanan peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang juga melibatkan peran pelaku usaha dalam upaya pengelolaan kawasan
konservasi yang efektif dan efisien” tambahnya.
Hal tersebut sejalan dengan
penjabaran visi misi Gubernur Nusa Tenggara Timur yang tertuang dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Periode 2018-2023. Terutama pada Misi
I terkait mewudkan masyarakat sejahtera, mandiri dan adil yang bersifat
inklusif dan berkelanjutan, serta pada Misi 2 terkait Membngun NTT sebagai
salah satu gerbang dan pusat pengembangan pariwisata nasional (Ring of
Beauty). Kemudian, penetapan ketiga kawasan konservasi perairan diatas juga
merupakan wujud implementasi Perda No 4 tahun 2017 terkait Rancana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Provinsi NTT